Archive for category catatan serbaneka

Pondok Pesantren Modern

Pondok Pesantren Modern

Pesantren Modern seyogianya mampu memamfa’atkan bidang studi IPA untuk menanamkan aqidah Islamiyah, bidang studi IPS untuk membina akhlak Islamiyah, bidang studi Matematika untuk mengaajarkan Faraidh, Zakat, Hisab, bidang studi Bahasa untuk memahami strategi musuh Islam. Mampu menyelenggarakan ujian yang memberikan kebebasan penuh kepada peserta. Bebas memanfa’atkan buku, catatan, rumus, logarithma, atlas, bola dunia, mistar, busur, thermometer, laptop, ponsel, dll. Mampu menyelenggarakan ujian/test kejujuran. Mampu menyiapkan tenaga pemerintahan, kepolisian, kejaksaan, kehakiman, pengadilan, keamanan, pertahanan. Memanfa’atkan Tafsir Jawahir dan Fi Zhilal atau Ruhul Ma’ani sebagai ekstra kurikuler. Diselenggarakan oleh suatu Yayasan (Badan Hukum). Struktur kepengurusan pondok dan pesantren hendaknya merupakan satu kesatuan yang terpadu, terintegrasi.

Visi. Memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin dalam mengelola negara dan menegakkan Islam di tengah-tengah masyarakat. Memiliki kemampuan sebagai aparat pemerintahan, aparat pengadilan, aparat hukum, aparat kepolisian, aparat pertahanan. Memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin dalam menegakkan keadilan di tengah-tengah masyrakat, untuk menjadi pengelola negara.

Tenaga pengajar. Semua tenaga pengajar menguasai bahasa Arab secara pasif dan aktif, mampu membaca kitab kuning disamping kitab putih.

Asrama. Emha Ainun Nadjib menceritakan pengalamannya bahwa ia pernah nyaris menjadi korban perilaku pengikut kaum Nabi Luth, perilaku “gemblak” (liwath) ketika ia nyantri di sebuah pondok. Barangkali inilah yang menyebabkan santri diharuskan memakai celana panjang, dan melarang memakai sarung ketika tidur (Simak “Surat Kepada Kanjeng Nabi”, oleh Emha Ainun Nadjib, terbitan Mizan, Bandung, 1997:99, dari MATRA, 6 April 1990).

Anggaran. Di samping Anggaran Pembangunan, juga Anggaran Operasional yang terdiri dari Anggaran Pemasukan (Dari Siswa, Donatur, Lain-Lain) dan Anggaran Pengeluaran (Untuk Perlengkapan Pondok, Sarana Kantor, Kebutuhan Santri, Honor Pengurus, Lain-Lain).

Kitab/Kurikulum :

Ushul Fiqih untuk kelas III Tsanawiyah menggunakan “Al-Mabadi-ul Awaliah”.

Tafsir untuk kelas I dan II Aliyah menggunakan “Al-Zhilal” dan untuk kelas III Aliyah menggunakan “Al-Jawahir” atau “Ruhul Ma’ani”.

Ulumul Hadits untuk kelas I Aliyah menggunakan “Matnul Mughits” dan untuk kelas II dan III Aliyah menggunakan “Nukhbatul Fikr”.

Fiqih untuk kelas I, II dan III Aliyah menggunakan “Mu’ainul Mubin” (jilid I, II, III). (Pelajaran Fiqih menurut Prof Dr Hamka, dalam mengaji air saja atau kitab Thaharah [termasuk bikin toilet] dulu, kadang-kadang memakan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Semakin pintar mempersukar, mempersulit yang mudah, semakin dipandang alim [“Tafsir Al-Azhar”, juzuk VII, tafsiran ayat QS 5:101-102]. Zainuddin labbay el Yunusi, guru Hamka memandang kitab “Matan al-Ghayah” terlalu ringkas, juga memuat bab-bab yang sama sekali tak berfaidah sedikitpun gi siswa tingkat dasar. Demikian juga kitab “Syarh at-Tahrir”, kitab “Syarh al-Khatib”. Akhirnya Zainuddin Labay menulis empat jilid Kitab Fiqih yang dipandangnya sesui dengan siswa tinkat dasar di Indonesia. Di dalamnya masih terdapat uraian seperti tentang “air musta’mal”. Kemudian Kitab Fiqih tersebut direvisi oleh muridnya Abdul Hamid Tuanku Mudo dengan judul “Mu’ainul Mubin” [tiga jilid] [Simak Muqaddamah “Kitab ad-Durusl Fiqhiyah”, oleh Zainuddin Labay el-Yunusi, terbitan Badezzzst, Padang Panjang, 1925; Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar”, juzuk VI, Paaanjimas, Jakarta, 1984:5, tafsiran ayat QS 4:148).

Aqidah untuk Aliyah kelas I menggunakan “As-Sa’adah”, untuk kelas II, “Al-Mufid” dan untuk kelas III, “Al-Huda”.

Tsaqafah Islamiyah untuk kelas I, II dan III Aliyah menggunakan “Al-Islam Ruhul Madaniyah”.

Hisab/Falaq untuk kelas I, II, III Aliyah menggunakan “Sulam an-Nurain”.

Bahasa Arab. Seluruh buku pelajaran, termasuk bidang studi Matematika, IPA, IPS menggunakan bahasa Arab, bahkan untuk mengajarkan bahasa Inggeris sekalipun. (Karena sukarnya memahami definisi [takrif], “Al-kalam”, maka dulu di sementara sekolah oleh sebagian murid).

(Pola pendidikan budipekerti Islam adalah pola hidup sederhana, pola pendidikan hidup bersahaja [zuhud, qna’ah, wara’]. Berani pantang menyerah melawan kesulitan apapun. Teguh pendirian, tekun, berkeinginan kuat untuk menapai cita-cita. Ikhlas berkorban untuk sesama. Hidup untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya).

Bekasi, Kemis, 17 Juni 2010 07.00

 

Leave a comment

Negara dalam Tatahukum Islam

Negara dalam Tatahukum Islam

oleh : Asrir

# Pengertian imamah. Abu Hasan al-Mawardi berkata : Imamah itu ialah suatu kedudukan yang diadakan untuk mengganti kenabian dalam urusan memelihara agama dan mengendalikan dunia. Ringkasnya : Imamah adalah pelaksana pengganti kenabian dalam tugasnya memelihara agama dan politik duniawi.
Pengertian ini mengandung tiga unsur : 1. Imamah itu adalah tidak lain dari mengganti kedudukan Nabi. 2. Objek imamah ialah menjaga agama. 3. Mengendalikan masyarakat.
Dengan pengertian ini terkandung bahwa tugas kepala anegara, ialah “memelihara dan melindungi agama, bahkan meluaskan dan mengembangkannya”. Masuk ke dalam pemeliharaan ini, keharusan kepala negara membuktikan dengan amal perbuatannya, bahwa dia adalah “pemelihara agama”, lagi memperhatikan urusan-urusannya.
Dalam pengertian ini juga terkandung bahwa imamah bukanlah hak seseorang, atau hak segolongan saja, atau merupakan hak istimewa bagi seseorang. Yang dikehendaki dari imamah itu ialah tertunainya tugas yang harus ditunaikan, yang telah dinashkan, bukan adanya seseorang, atau beberapa orang.
# Keharusan adanya imamah
1 Ijma’ul ummah. Ijmak para shahabat untuk memilih dan mengangkat khalaifah sesudah Rasulullah saw wafat.
2 Menolak bencana-bencana yang ditimbulkan oleh kacau balau keadaan. Tanpa pemimpin akan timbul kekacauan yang akan mengakibatkan bencana.
3 Melaksanakan tugas-tugas keagamaan. Pelaksanaan syari’at memerlukan negara. Al-Ghazali berkata dalam al-Iqtishad fil I’tiqad : Dunia dan keamanan jiwa dan harta tidak terkecuali dengan adanya penguasa yang dita’ati. Oleh karenanya orang mengatakan : “Agama dan penguasa, dua saudara kembar”. Dan karenanya pula orang mengatakan : “Agama adalah sendi, sedang penguasa adalah pengawal”. Sesuatu yang tak ada sendi, akan hancur. Dan sesuatu yang tak ada pengawal akan sia-sia.
4 Mewujudkan keadilan yang sempurna, berdasar hukum Allah.
# Tujuan pembentukan imamah. Maksud yang umum dari tegaknya negara dalam Islam , ialah supaya pemerintahan itu menjadi suatu media yang dipergunakan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban yang tertentu.
Negara bekerja untuk mencapai dua tujuan utama :
1 menegakkan keadilan dalam kehidupan manusia dan menghentikan kezaliman serta menghancurkan kesewenang-wenangan.
2 menegakkan sistem berkenaan dengan mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat, menyebarkan kebaikan, dan kebajikan dan memerintahkan yang makruf, mencegah kemunkaran, memberikan kemudahan kepada rakyat untuk menyembah Allah, memungkinkan setiap rakyat untuk hidup dalam sistem Islam dan melaksanakan urusan-urusan berdasarkan undang-undang Islam, melindungi kepentingan rakyat dan masyarakat dengan sistem yang telah digariskan oleh Allah swt, menjamin kepentingan ummat di dunia dan di akhirat, menegakkan sistem kehidupan Islami dengan sempurna, memerintahkan segala yang makruf (meberkan kebaikan), mencegah kemunkaran (membasmi kejahatan dan kerusakan), menciptakan sistem keagamaan yang murni.
# Kehendak umum. Pemilihan Kepala Negara haruslah dengan mubaya’ah yang benar dan bebas, dan haruslah pemilihan itu mendapatkan persetujuan umum melalaui permusyawaratan. Persetujuan umum ialah yang dihasilkan oleh kehendak umum (volunte generale/publik opini) yang merdeka.
Ibnu Khaldun berkata : Adalah mereka apabila membai’atkan seseorang Amir dan mengikatkan perjanjian, mereka meletakkan tangan-tangan mereka di tangannya untuk menguatkan perjanjian. Hal itu serupa dengan perbuatan si penjual dan si pembeli. Karena aitu dinamakanlah dia bai’at (akad, kontrak, ikrar, janji).
# Kewajiban umum :
1 menegakkan pemerintahan Islam seagai yang dikehendaki oleh agama.
2 mengadakan mahkamah (pengadilan) dan memperhatikan segala perbuatan-perbuatan penganiayaan yang terjadi di dalam masyarakat.
3 jihad, memerangi kezaliman, memelihara kemerdekaan, melepaskan manusia ari belenggu perbudakan.
4 menyuruh makruf dan mencegah munkar, mengawasi berjalan tidaknya undang-undang, membasmi segala jalan-jalan kejahatan, melindungi masyarakat dari segala tipu daya, menjalankan hak kontrol (kebeasan mengemukakan kritikan).
5 mengembangkan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu dunia (sain-teknologi-budaya).
6 bantu membantu dalam masyarakat (ta’awun), sehingga tidak ada yang tidak mendapat kebutuhannya : a. bantuan agar setiap orang mampu berdikari, b. bantuan agar setiap orang dapat mencari sarana hidup. Imam Ibnu Hazmin berkata : “Kewajiban para hartawan dalam negara Islam adalah menolong orang yang melarat. Negara bahkan boleh memaksa berbuat demikian, jika sekiranya Baitulmal atau zakat tidak mencukupi keperluan itu. Bantuan hendaklah berupa makanan pokok dan pakaian, serta tempat tinggal yang dapat melindungi mereka dari hujan dan panas, dan gangguan lainnya”.
# Perlengkapan imamah : 1.Wazir (menteri), 2. Amir (Kepala Daerah), 3. Pimpinan tentara, Qadha (mahkamah dan kejaksaan agung), 4. Hakim daerah, pengutip pajak daerah, pengutip zakat daerah, 5. Ahlul Halli wal ‘Aqdi (Ahlul Ikhtiyar, Ahlus Syura, Majlis Syura).
Khalifah Umar ibnul Khaththab mengangkat ‘Abdullah ibnu ‘Utbah menjadi pegawai hisbah di kota Madinah (semacam polisi ekonomi atau peawai kotapraja) untuk melaksanakan tugas menyuruh makruf, menegahkan munkar.
Khalifah Umar ibul Khaththab juga menyusun dewan-dewan (jawatan-jawatan), mendirikan Baitulmal, menempa mata uang, membentuk tentara, mengatur gaji, mengangkat hakim-hakim, mengatur perjalanan pos, menciptakan tahun hijrah, disamping mengadakan hisbah (pengawasan terhadapo pasar, pengontrolan terhadap timbangan dan takaran, penjagaan terhadap tata tertib dan susila, pengawasan terhadap kebersihan jalan dan sebagainya).
Khalifah Mu’awiyah mengadakan dinas pos, mendirikan kantor cap (percetakan mata uang). Khalifah Umar ibnul Azis memperbaiki dinas pos.
# Dasar-dasar pemerintahan Islam :
1 Kekuasaan perundang-undangan Ilahi, Ketaaaaaaauhidan, Ketuhanan Yang Maha Esa (Tauhid).
2 Keadilan sosial yang merata antara manusia (‘adalah ijtima’iyah) : a. Persamaan antara kaum muslimin. Persamaan Hak (Kedudukan) di hadapan undang-undang. Persaudaraan dan Persatuan (ikhwah diniyah). C. Keadilan dan Kemakmuran. C. Keadilan bagi golongan yang bukan Muslim.
3 Pertanggungjawaban sosial bersama (takaful ijtima’I). Amr bil-ma’ruf nahyu ‘anil munkar, memberi nasehat (kritik dan kecaman yang benar serta jujur) kepada kepala neara dan pembesar-pembesar, mengeritik dan mengecam dengan cara-cara yang tepat dan dibenarkan, mengawas terlaksananya undang-undang, membasmi segala jalan-jalan kejahatan.
4 Permusyawaratan (Syura, Kedaulatan Rakyat).
5 Ketaatan dalam hal kebajikan.
6 Terlarang berusaha mencari kekuasaan untuk diri sendiri.
# Cara pengangkatan imamah :
1 Pemilihan umum yang dilakukan wakil-wakil rakyat, kemudian setelah itu seluruh rakyat ikut menyetujuinya (membai’atnya). Abu Bakar Shiddik dipilih dan diangkat oleh tokoh-tokoh sahabat yang berkumpul di Saqifah Bani Sa’adiyah di Madinah. Bai’ah Abu Bakar mula-mulanya diangkat oleh lima orang yang terdiri dari : Umar ibn Khaththab, Abu Ubaidah, Usaid ibn Hudhair, Basyir ibn Sa’ad, dan Salim maula Abi Hudzaifah. Al-Ghazali mengemukakan : “Andaikan Abu Bakar hanya dibai’atkan oleh Umar saja, sedang orang lain menantang, tentulah pengangkatan itu tidak dipandang sah.
2 Pemilihan dilakukan oleh Kepala Negara yang akan diganti dengan mengajukan calon yang akan menggantikannya setelah menyelami pendapt rakyat. Khalaifah Abu Bakar mengajukan Umar bin Khaththab sebagai calon Khalfah. Hal ini diterima baik, dan kemudian oleh calon Khalifah. Hal ini diterima baik, dan kemudian dibai’at oleh kaum Muslimin. At-Tabrani berkata : Abu Bakar tidak meneryahkan imamah kepada Umar, terkeculai sesudah bermusyawarah dengan para shahabat. Mereka semua menyetujui Umar ditunjuk sebagai pengganti Abu Bakar. Sesudah cukup bermusyawarah barulah Abu Bakar mengemukakan pendapatnya kepada umum dan disambut oleh mereka dengan sam’na wa atha’na.
3 Pembentukan komisi (formatur, daftar calon) untuk dipilih salah seorang dari mereka untuk dibai’at oleh kaum Muslimin sebagai Khalifah. Pembentukaan komisi dilakukan oleh kepala negara yang akan diganti. Hasil kesepakatana disampaikan kepada rakyat untuk disahkan (dibai’at) Khalifah Umar bin Khaththab menyerahkan pencalonan Khalifah baru kepada ahlus sssyura (yang terdiri dari enam orang) supaya mengangkat salah seorang di antara mereka dengan persetujuan yang lima orang lagi untuk diajukan kepada kaum Muslimin agar dibai’at seagai Khalifah baru. Hal ini dibenarkan oleh para sahabat. Kelompok enam ini kemudian memilih Utsman bin Affan dan mengajukan kepada kaum muslimin, kemudian mereka membai’atnya.
# Ahlul Ikhtiyar. Ahlul ikhtiyar atau Ahlul halli wal Aqdi (Perwakilan) adalah sekumpulan orang-orang yang diserahkan kepadanya memilih Kepala Negara, yang melakukan akad (mengikat).
# Syarat-syarat ahlul ikhtiyar. Al-Mawardi menerangkan syarat-syarat yang \harus dipenuhi oleh ahlul ikhtiyar : 1. Dikenal sebagai orang yang adil. Keadilan yang memiliki segala syarat-syaratnya. 2. Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang keadaan orang yang berhak dan memenuhi syarat menjadi kepala negara. 3. Mempunyai pikiran yang sempurna dan kecakapan. Mempunyai kebijaksanaan, akal yang kuat, kecerdikan, tajam penyelidikan, dan mempunyai pandangan jauh.
# Syarat-syarat imam : 1. Mempunyai pengalaman dan kemampuan berijtihad. Mempunyai kecerdasan dalam bidang politik, peperangan (militer), dan pemerintahan umum (manajemen). Mempunyai keadilan, ketakwaan dan wara’. 4. Mempunyai kebranian, rasa tanggungjawab, sabar dan tabah mempertahankan negara dan memerangi musuh. 5. Sehat jasmani, rohani dan sosial. 6. Seorang Muslim, merdeka, lelaki, baligh, berakal.
# Kewajiban-kewajiban pemimpin. Pada garis besarnya kewajiban pimpinan hanya dua, yaitu : 1. Menegakkan agama Islam. 2. Mengatur urusan agama dalam batas hukum agama. Al-Mawardi dalam kitabnya al-Ahkamul Sulthaniyah menyebutkan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh khalifah (kepala negara) sebagai beikut : 1. Menjaga ajaran-ajaran pokok agama dalam bentuk yang benar. 2. Melaksanakan hukum yang adil di antara ummat yang bersengketa atau berselisih. 3. Menjaga keamanan dalam negeri, supaya ummat dapat mengurus kehidupannya dengan aman. 4. Menerapkan hukum bagi yang melanggar hukum-hukum Allah. 5. Menjaga keamanan negara dari gangguan negara asing dengan mempersiapkan kekuatan, mengadakan hubungan luar negeri, dan juga menyatakan perang dan damai. 6. Jihad bagi yang menentang Islam. 7> Memungut zakat, sedekah, pajak, dan lain-lain, sebagaimana yang telah diwajibkan oleh ketentuan agama, dan menghukum atau memerangi bagi orang yang mengingkarinya. 8. Memberikan penghargaan dan jasa bagi yang berhak dari baitulmal (perendaharaan negara) dengan imbalan yang sederhana. 9. Melimpahkan dan mempercayakan tugas-tugas negara kepada orang-orang dan tokoh-tokoh yang loyal terhadap pemerintah. 10. Secara langsung mengamati keadaan ummat yang berhubungan dengan kepentingan dan pelaksanaan agama mereka.
# Amar bil Ma’ruf, Nahyu ‘anil Munkar. Pertanggungjawaban Kepala Negara di dalam Islam ialah : 1. Pertanggungjawaban di hadapan rakyat. 2. Pertanggungjawban di hadapan Tuhan. Kepala Negara menerima kekuasaan dengan melalui bai’at yang diberikan rakyat kepadanya. Rakyat memberikan kepada Kepala Negara hak memerintah dan mengendalikan kekuasaan. Kepala Negara tidak lain hanyalah wakil rakyat. Rakyat berhak meminta pertanggungjawaban kepada Kepala Negara. Rakyat berhak pula memakzulkan Kepala Negara apabila diperoleh sebab-sebab untuk itu. Rakyat bertindak mengawasi tindak tanduk Kepala Negara, memberikan nasehat (teguran dan kecaman yang membangun). Tegasnya Rakyat mempunyai hak mengangkat dan memakzulkannya. Rakyat melakukan tindakan sosial kontrol, mengawasi pelaksanaan undang-undang, membasmi segala jalan-jalan kejahatan.
# Permusyawaratan. Sunnah amaliyah Rasulullah penuh dengan bukti-buktu yang menunjukkan bahwasanya Rasul selalu bermusyawarah dengan shahabat. Nabi bermusyawarah tentang tempat yang baik diduduki oleh tentara Islam dalam Perang Badar. Beliau bermusyawarah tentang tawanan-tawanan yang ditawan dalam pertempuran itu.
# Hal-hal yang dimusyawarahkan. Hal-hal yang dapat dimusyawarahkan oleh ummat meliputi beberapa bidang urusan negara, dan juga dalam bidang hukum ijtihadiyah yang tidak ada nash atau nash tidak jelas. Ringkasnya Kepala Negara harus bermusyawarah dalam masalah agama dan dunia dengan ummat melalui wakil-wakilnya (Prof Dr TM Hasbi Ash-Shiddieqy : “Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih Islam”, 1991, Zaini Ahmad Noeh : “Bercermin Fiqih al-Mawardi”, PESANTREN, No.2/Vol.II/1985, hal 52-60)

Leave a comment

Persekutuan Negara-Negara Muslim

oleh : Asrir

Katholik mengenal Paus. Syi’ah mengenal Imamah. Sunni mengenal Khilafah. Dalam imaginasi Syekh Khalid Muhammad Khalid dalam ‘Forum Here We Start’ “Agama (Islam ?) adalah keramahan, kecintaan, kebahagiaan, kemanusiaan, kemajuan, progressif, demokratif, sedangkan kependetaan (Ulama, Mufti, Qadhi, Imam ?0 adalah egoistik, totaliter, reaksioner (Maryam Jameelah : ‘Islam & Modernisme’. Al-Ikhlas, Surabaya, 1982, hal 209).
Dalam bukunya ‘Islam dan Khilafah’ (1985:267-277), Dr Muhammad Dhiya:ad-Din ar-Rais (Guru Besar Sejarah Islam di Universitas Kairo), mengajukan gagasan lembaga Persekutuan Negara-Negara Muslim sebagai bentuk (mocel) kekhilafahan yaang sesuai dengan masa kini.
Kekhilafahan pada masa modern ini haruslah memiliki bentuk yang dinamis dan seirama dengan kemajuan, baik politik maupun konstitusional yang muncul di masa kini.
Bentuk kekhilafahan modern tidak terpusat pada satu tangan, melainkan berada dalam suatu sistem persatuan, demokratis, bercorak musyawarah dan persekutuan (federasi ?).
Kekhilafahan Islam telah ditegakkan oleh kaum Muslimin semenjak wafatnya Rasulullah saw, saat mereka memilih Abu Bakar Shiddik ra, sebagai pengganti beliau, kemudian dilanjutkan dengan persetujuan mereka terhadap pengangkatan Umar ibn al-Khaththab ra, sebagai Amirul Mukminin. Selanjutnya kehilafahan ini terus berjalan sepanjang kehidupan ummat Islam, sepanajang lebih dari seribu tigaratus tahun samapi menjelang abad ke-empat belas Hijriyah, saat ia terhapus dari Turki.
Para ulama Islam telah sepakat bahwa khilafah atau imamah merupakan salah satu di antara kewajiban dasar agama, bahkan merupakan kewajiban utama dan teramat penting, lantaran ia berkaitan dengan pelaksanaan seluruh syari’at dan perealisasian kemashlahatan kauam Muslimin.
Menurut Dr Dhiya:ad-Din ar-Rais, khilafah itu adalah adanya kepemimpinan umum ummat Islam yang mewakili kesatuan mereka, memelihara eksistensinya dan melindunginya dari ancaman bahaya, serta merealisasikan kemashlahatan bersama dan memberlakukan prinsip-prinsip Islam.
Dalam kehilafahan, syari’at Islam ditempatkan sebagai sumber perundang-undangan, disertai dengan ijtihad dalam berbagai medan yang bertujuan merealisasikan kemashlahatan umum.
Bentuk kekhilafahan yang sesuai dengan masa kini menurut Dr Dhiya:ad-Din ar-Rais adalah lembaga Persekutuan Negara-Negara Muslim.
Negara-Negara Muslim adalah negara-negara yang dibangun sesuaia dengan prinsip-prinsip Islam : musyawarah, kedaulatan ummat dan tanggungjawab pemerintaha dihadapannya, dan yang bertujuan meningkatkan moral individu dan masyarakat, lalu menempatkan meratanya keutama-utamaan dan perjuangan menghadapi kebobrokan sebagai tujuannya.
Politik dalam negeri Negara-Negara Muslim hendaknya selaras dengan prinsip-prinsip dan ide yang diberikan oleh Islam.
Negara-Negara Muslim harus berusaha sebisa mungkin mewujudkan kekuatan guna menghadapi musuh-musuh. Antara Negara-Negara Muslim harus ada kerjasama yang kontinu dan kokoh. Persaudaraan dan kasih sayang mestilah menjadi corak pemerintahan dalam Negara-Negara Muslim.
Islam selamanya menganjurkan persaudaraan, kemanusiaan, kebajikan, kasih sayang, dan keadilan kepada semua warganya, kendatipun berbeda akidah.
Islam adalah Risalah Langit yang amat luhur yang bisa mengurangi pertentangan-pertentangan di dunia saat ini.
Persekutuan Negara-Negara Muslim merupakan organisasi internasional yang memiliki kepemimpinan yang bercorak internasional pula, keputusan-keputusannya diambil dengan musyawarah dan bersifat mengikat.
Persekutuan ini bukanlah organisasi keagamaan yang sempit, melainkan sebagai organisasi politik, kebudayaan dan pendidikan Islam.
Persekutuan Negara-Negara Muslim dibangun atas asas musyawarah, pemilihan dan kerjasama antara Negara-Negara Muslim. Persekutuan ini memikul tugas umum, bertindak selaku khalifah (kolegial-kolektif ?).
Persekutuan merealisasikan makna kekhilafahan dan menjalankan fungsinya, namun dalam bentuknya yang baru : bentuk permusyawaratan, kerjasama, organisasi dan konstitusional, yang dibangun atas ideologi khusus dengan pembagian kerja dan persamaan pandangan (viszi dan persepsi ?).
Persekutuan mewujudkan kepemimpinan umum bagi ummat Islam. Kepemimpinan yang mencerminkan persatuan dan solidaritas mereka.
Persekutuan ini haruslah memiliki sifat kepemimpinan yang dapat mencerminkan aspirasi seluruh ummat Islam, yang sekaligus menjadi aturan negara, yang kepemimpinannya bersifat koperatif, keputusannya diambil secara musyawarah yang melibatkan semua negara dan bangsa Muslim, dan yang keputusan-keputusannya memiliki kekuatan untuk dita’ati oleh negara dan bangsa-bangsa Muslim.
Persekutuan ini berkewajiban memelihara kemashlahatan bersama, menggariskan kebijaksanaan umum dalam politik dan menggariskan batas-batas hubungan bangsa-bangsa Muslim dan bangsa-bangsa non-Muslim.
Kedudukan pusat Persekutuan, bisa dipilih dari negara-negara anggota dan pemilihannya diserahkan kepada semua negara anggota. Yang penting tugasnya, soal tempat bukan masalah. Yang penting adalah pelaksanaan dan realisasinya, sehingga tidak ada pertentangan atau sengketa dalam hal yang berkenaan dengan persoalan-persoalan Islam.
Persekutuan ini bertujuan guna menghimpun kesatuan pandangan kaum Muslimin, mengikat negara-negara mereka, dan menyatukan langkah dan kebijaksanaan politiknya.
Tujuan Persekutuan Negara-Negara Muslim ini secara garis besar menurut Dr Dhiya:ad-Din ar-Rais adalah sebagai berikut :
1 Persekutuan Negara-Negara Muslim ini didirikan untuk perdamaian, dan bukan untuk peperangan dan permusuhan.
2 Persekutuan Negara-Negara Muslim ini berlingkup internasional. Persekutuan ini memiliki hubungan baik dan bekerjasama dengan PBB dan organisasi-organisasi internasional lainnya dalam upaya memelihara perdamaian dunia yang disertai dengan keadilan.
3 Persekutuan ini bertujuan membela tanah air dan hak-hak kaum Muslimin, serta menentang setiap usaha yang mengancamnya. Persekutuan ini memberikan perlindungan kepada kaum Muslimin dan tanah air mereka dari ancaman musuh.
4 Persekutuan ini menggalang satu kekuatan persatuan menentang musuh-musuh khususnya Zionis dan Kolonialis.
5 Persekutuan memelihara agama Islam dan berusaha merealisasi prinsip-prinsipnya dan menjadikannya sebagai asas kehidupan sosial.
6 Persekutuan ini membangkitkan kehidupan umat Islam dalam semua aspek tuntunan moral dan ilmu pengetahuan.
7 Persekutuan ini mengedepankan, menyampaikan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia internasional guna menyebarkan prinsip-prinsipnya yang luhur itu kepada semua bangsa di dunia.
8 Persekutuan ini menyerukan persatuan ummat manusia dalam satu masyarakat dunia sebab Islam adalah risalah universal yang menganjurkan persatuan akidah dan kemanusiaan.
9 Persekutuan ini menentang fanatisme suku dan penindasan satu bangsa atas bangsa lainnya.
10 Persekutuan berusaha menciptakan pemerintahan dunia atau sistem internasional yang ditaati oleh semua orang guna merealisasikan keadilan, perdamaian dan persaudaraan.
Semua negara Muslim hendaknya ikut bergabung sebagai anggota di dalam Persekutuan Negara-Negara Muslim. Setiap Negara memiliki perwakilan tetap. Merewka haruslah orang-orang yang memiliki kwalifikasi politis dan cendekiawan Muslim.
Persekutuan Negara-Negara Muslim hendaknya memiliki Alat-Alat Perlengkapan berupa lembaga/majlis/dewan (counsil), seperti : 1. Kongres atau Konperensi (semacam Majlis Umum/General Assembly dalam PBB/UNO), 2. Maajlis Eksekutif (semacam Dewan Keamanan/Security Counsil dalam PBB/UNO), 3. Sekretariat atau Kepaniteraan (Secretary), 4. Dewan Politik (Lajnah Hikmah), 5. Dewan Perundang-undangan atau judikatif (Dewan Hukum), 6. Dewan atau Biro militer, 7. Dewan Pendidikan Sosial, 8. Dewan Dakwah (Dewan Penerangan).
1 Kongres atau Konperensi (semacam Majlis Umum/General Assembly dalam PBB/UNO). Secara periodik Kongres menyelengarakan pertemuan-pertemuan sedikitnya tiga bulan sekali, ataua bila ada persoalan-persoalan yang mendesak. Kongres ini diketuai oleh seorang Ketua secara bergiliran yang dipilih oleh wakil-wakil setiap negara anggota untuk periode (masa sidang) yang ditentukan. Kongres yang diselenggarakan boleh pula sampai pada tingkat Kepala Negara atau Menteri Luar Negeri guna menelorkan solusi-solusi bagi persoalan-persoalan penting yang muncul.
Kongres merupakan organ yang bersifat kepemimpinan, pengarahan dan permusyawratan, sebab ia mewakili suara seluruh ummat Islam di berbagai penjru dunia. Keputusan-keputusan yang ditetapkan Kongres merupakan undang-undang yang mesti dilaksanakan dan dita’ati. Persekutuan memiliki hak untuk memberikan sanksi atau menjatuhkan hukum kepada pihak yang menyimpang dari keputusan-keputusan yang diambilnya serta keluar dari Persekutuan.
Kepemimpina Persekutuan dipuituskan berdasarkan kesepakatan dan kopeatif. Persekutuan memiliki kepemimpinan pusat dalam hal-hal yang bersifat umum yang menjadi kepentingan bersama, atau berkenaan dengan masalah-masalah yang berkenaan dengan kemashalahatan umum, nasib dan masa depan ummat, terutama dalam menghadapi ancaman-ancaman terhadap ummat atau salah satu negara anggotanya.
Persekutuan menaruh perhatian dan menetapkan keputusan-keputusan yang berkaitan dengan masalah pembelaan dan kerjasama menghadapi ancaman dari luar. Sedangkan masalah-masalah regional, sepenuhnya diserahkan kepada negara negara yang bersangkutan untuk diatur secara intern.
Masing-masing negara anggota berkewajiban menjaga eksistensinya. Mereka memiliki hak untuk bertindak dalam masalah-masalah khusus yang bersifat intern. Jika masalah itu secara langsung berkaitan dengan kepentingan seluruh ummat Islam atau berpengaruh besar terhadap posisi dan persatuan mereka, serta memacetkan terlaksananya prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan bersama dalam Persekutuan menjadi kewajiban dan tanggungjawab Persekutuan.
2 Majlis Eksekutif (semacam Dewan Keamanan/Security Council dalam PBB/UNO). Anggotanya terdiri sejumlah pimpinan yang tidak lebih dari sepuluh orang yang dipilih Kongres/Konperensi. Mengadakan pertemuan periodik sebulan sekali, dan setiap sa’at mengadakan pertemuan serupa jika diminta oleh negara anggotanya mencakup semua masalah yang menyangkut kepentingan bersama dunia Islam, serta menyampaikan persoalan-persoalan yang tidak bersifat mendesak kepada Kongres yang untuk selanjutnya diambillah keputusan-keputusan melalui konsensus dan voting, jika terjadi perbedaan pandangan.
# Dalam Majlis Eksekutif tidak dikenal apa yang disebut ‘hak veto’.
# Liputan masalah yang ditanganinya tidaklah hanya terbatas pada masalah perang dan upaya perdamaiannya, melainkan mencakup semua bentukj permasalahan yang ada.
# Majlis ini merupakan Dewan Pelaksana bagi kepentingan semua negara anggota.
# Majlis juga bertanggungjawab melaksanakan keputusan-keputusan yang telah diambil oleh Kongres melalui kerjasama dengan Sekretaris Jenderal Persekutuan.
3 Sekretariat atau Kepaniteraan (Secretary). Negara-Negara anggota Persekutuan memilih seorang Sekrearis Jenderal (Secreary-General) untuk mengepalai Sekretariat. Ia sebaiknya adalah seorang pemimpin ummat yang alim, menguasai persoalan-persoalan agama, berakhlak mulia, menguasai persoalan-persoalan hubungan berbagai bangsa secara internasional, sekaligus orang yang telah dikenal memiliki gairah kegamaan yang tinggi serta menaruh perhatian terhadap masa depan ummat Islam. Ia, semestinya haruslah orang yang berpengaruh dan memiliki wibawa besar di dunia internasional, serta mampu melaksanakan tugasnya demi kemashlahatan ummat Islam.
Sekretaris Jenderal Persekutuan dipilih oleh Persekutuan dari yang dipandang paling menonjol yang akan bertindak mewakili Persekutuan bila berhadapan dengan pihak luar. Ia memiliki hak memberi advis dan petunjuk, dan bekerjasama dengan Persekutuan untuk melaksanakan keputusan-keputusan yang ditetapakan bersama seakan-akan ia merupakan wakil Islam dan ummatnya di mata bangsa-bangsa non-Muslim.
Persekutuan menunjuk Sekretaris Jenderal untuk menduduki jabatan itu untuk selama periode tertentu, tujuh atau sepluh tahun misalnya, setelah itu dipilih lagi pejabat baru untuk menggantikannya. Persekutuan memegang hak untuk mengganti pejabat ini kapan saja dipandang perlu, bila ada alasan untuk itu. Sekretaris Jenderal ini boleh merangkap sebagai Kepala Negara pada salah satu negara anggota, sepanjang persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan semisal adil, berakhlak mulia, cendekiawan, memiliki semangat besar untuk memajukan ummat, dan menaruh perhatian terhadap nasib dan masa depan Islam, dapat terpenuhi.
4 Dewan Politik. Berurusan dengan persoalan-persoalan politik. Sebagian tugasnya berkaitan dengan maslah-masalah politik.
5 Dewan Perundang-undangan atau judikatif. Anggotanya terdiri dari para ulama yang memiliki spesialisasi dalam masalah hukum dan sarajana-sarjana hukum internasional yang menaruh minat pada syari’at Islam, serta dikenal sebagai muslim-muslim yang ta’at. Dewan ini menjadi penasehat Persekutuan dalam persoalan yang berkenaan dengan undang-undang yang akan dikeluarkan dan mengeluarkan fatwa-fatwa keagamaan. Ia juga bertugas menyampaikan makalah-makalah dan saran-saran kepada Majlis Umum dan Majlis Eksekutif.
6 Dewan atau Biro Militer. Anggotanya terdiri dari pada komando militer yang berpengaruh luas. Ia terlibat dalam tugas pembelaan tanah air, peang, pengorganisasian dan penyediaan kekuatan bersenjata. Semua negara anggota wajib mentaati ketentuan yang ditetapkannya dengan semangat kerjasama yang tulus dan bahu membahu.
7 Dewan Pendidikan Sosial. Ia antara lain berurusan dengan masalah pengajaran, penyediaan sarana pendidikan, semisal buku-buku, dan perlengkapan-perlengkapannya, serta penyediaan informasi. Dewan ini melayani kebutuhan semua negara anggota, terutama bidang pendidikan yang diselaraskan dengan prinsip-prinsip dan tujkuan Islam.
Dewan ini berkewajiban melindungi masyarakat Islam dalam bidang moral di seluruh wilyah Daulat Islamiyah. Juga berkewajiban mengeluarkan fatwa-fatwa syari’at Islam untuk melindungi mereka dari dekeadensi akibat mengikuti kebudayaan asing, serta propaganda musuh Islam yang menyebarkan kekacauan, kesesatan dan penyimpangan guna melemahkan kekuatan moral ummat Islam.
8 Dewan Dakwah. Bertugas menyebarkan dakwah Islam ke negara-negara non-Muslim.
Diharaakan OKI dapat berperan sebagai embriyo bagi terwujudnya Persekutuan Negara-Negara Muslim sebagai pelaku Khalifah (Dr Dhiya:ad-Din ar-Rais : ‘Islam dan Khalifah’ 1985:250-277, “Khilafah Pada Masa Modern”, Prof Dr T M Hasbi ash-Shiddieqy : ‘Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih Islam’, 1991:73).

(written by sicumpaz@gmail.com)

Leave a comment

Jalur Menuju Daulah Islamiyah

Jalur menuju daulah Islamiyah
(Wacana Ideologi Daulah Islamiyah)

oleh : Asrir

Mengacu pada Dr Yusuf ardawi (“AlHallul Islamy”, Pedoman Ideologi Islam, Gema Risalah, bandung, 1988), maka untuk menuju Daulah Islamiyah yang pernah diwacanakan ada beberapa jalur. Pertama, dengan dekrit pemerintah, pengemuman pemerintah. Kedua, dengan kekuatan militer, dengan kekuatan senjata. Ketiga, dengan pendidikan dan bimbingan (tarbiyah dan taklim). Keempat, dengan pengabdian masyarakat (aksi sosal, tabligh).

Hasan alBannan dengan Ikhwanul Musliminnya di Mesir, maududi dengan Jama’ah Islamiyahnya di Pakistan, Hasan Turabi di Sudan, dan lain-lain menempuh jalur politik, jalur parlemen dan jalur dakwah. Nabhani dengan Hizbut Tahrirnya juga menempuh jalur politik dan jalur dakwah. Sedangkan Abu Bakar Baasyir menempuh jalur dakwah dan jalur jihad. Berbeda dengan sema itu Kartosuwirjo sangat komit dengan Islam menempuh jalur perjuangan bersenjata dengan memproklamirkan berdirinya Negara karunia Allah, Negara Islam Indonesia (NII) pada 27 Agustus 1948.

Lain lagi dengan Prof Raijiah Garaudy (Roger Garaudy), mantan pakar strategi Marxis (anggota politburo Partai Komunis Perancis) dalam teori penegakan Islamnya mengemukakan, bahwa agar syari’at berguna untuk diterapkan di berbagai masarakat manusia, maka Islam harus menjadi milik golongan tertindas (kelas proletar ?) dan harus memberi ruh harapan dan semangat hidup bagi semua.

Upaya penegakan daulah Islamiyah kandas, terhalang, terhadang oleh Jaringan Trio Fir’aunisme-hamanisme-Qarunisme (Globalisasi/nternasionalisasi dalam sistim Politik, Militer, Hukum, Ekonomi, Bank, Asuransi, Industri, Sains, Teknologi, Informasi, Komunikasi). Semuanya dibawah kendali, dibawah control Amerika Serikat danpendukungnya dari ahudi (Yudaism) dan Nasrani (Christioanism). Semuanya direkayasa, dirancang, diciptakan, didominasi untuk kepentingan mereka dan pendukungnya.

(wrtten by sicumpaz@gmail.com at BKS1009060600)

 

Leave a comment

Penerapan Syari’at Islam di Minangkabau 1803-1821

oleh : Asrir

Imam kamiImam kami

Kian hari, ulah generasi muda Minang kian menjadi-jadi. Jika dulu mereka memenuhi surau untuk mengaji, kini mereka tumpah-ruah ke jalan, bar, café dan diskotik. Berbagai upaya ditempuh untuk memberantas kemaksiatan di ranah Minang. Salah satu upaya tersebut dalam Rancangan Peraturan Daerah (Rapenda) Sumbar yang kini tengah digodok. Namun sejumlah aturan dalam Ranperda tersebut mendapat tantangan kuat, antara lain dari kalangan aktifis feminis dan budayawan (SABILI, No.2, Th IX, 18 Juli 2001, hal 16-17, Telaah Utama : “Mendamba Syari’at, Menebar Rahmat”).

Dua ratus tahun yang lampau di Minangkabau pernah diupayakan menjadikan Syari’at Islam sebagai acuan, rujukan sumber hukum. Upaya ini dipelopori oleh Trio, Tiga Serangkai Haji Miskin, Haji Sumanik, Haji Piobang, dan dilaksanakan di bawah pimpinan Tuanku di Mansiangan Nan Muodo dan Tuanku Nan Renceh di Kamng (Bukittinggi). Masa 1803-1821 adalah masa Negara Darul Islam Minangkabau di bawah pimpinan Tuanku Nan Renceh (Ir Mangaradja Ongang Parlindungan : “Tuanku Rao”, 1965:84).

Menjelang akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, ada seorang ulama Ahlus Sunnah wa Ahlul Jama’ah, yang masyhur namanya, sangat besar peranan dan pengaruhnya, sangat disegani, yaitu Tuanku Nan Tuo di Koto Tuo, Ampek Angkek (Bukittinggi).

Tuanku Nan Tuo berguru, belajar ilmu agama pada Tuanku di Mansiangan Nan Tuo di Paninjauan (Padang Panjang), Tuanku Nan Kacik di Koto Gadang (ahli Ilmu Manthiq dan Ma’ani), Tuanku di Talang (ahli Ilmu Sharaf), Tuanku di Salayo (ahli Ilmu Nahwu), Tuanku di Sumanik (ahli Ilmu Hadits, Tafsir dan Faraidh), Tuanku di Kamang (Prof Dr Hamka : “Antara Fakta Dan Khayal :Tuanku Rao”, 1974:110-112,156-157, dari J J de Hollander : “Hikayat Syaich Djalaluddin”, E J Brill, Leiden, 1857).

Berhimpunlah Ilmu Manthiq dan Ma’ani serta Tafsir, Ilmu Syari’at dalam beberapa kitab yang besar pada Syek Tuanku Nan Tuo di Koto Tuo, Ampek Angkek itu.

Kepada Tuanku Nan Tuo berduyun-duyun orang datang berguru menuntut ilmu agama. Maka ramailah tiap desa di negeri Ampek Angkek itu, dan banyaklah Alim Ulama di seluruh Alam Minangkabau.

Pada masa itu orang-orang di luhak Agam (Bukittinggi) sangat buruk keadaannya. Banyak kecoh dan kecong (penipuan), cekak dan kelahi (perkelahian), samun dan sakar (perampokan), rebut dan rampas perampasan), malaing dan curi (pencurian), tawan menawan orang, bahkan ada juga menjual orang. Juga banyak yang berjudi, meminum minuman keras dan memakan yang haram. Demikianlah di antara perbuatan maksiat, perbuatan munkar yang mewabah di daerah Agam khususnya, dan di ranah Minang umumnya.

Tuanku Nan Tuo mempunyai anak-mantu Faqih Shagir namanya, Tuanku Sami’ panggilannya, Syaikh Jalaluddin Ahmad gelarnya, Kot Tuo negerinya. Faqih Shagir mempunyai putera Muhammad Salim, bergelar Faqih Muhammad, lebih terkenal dengan sebutan Syekh Muhammad Cangking atau Tuanku di Cangking (Bukittinggi). Tuanku di Cangking ini adalah penyebar Thariqat Naqsyabandiyah, dan Tuanku di Ulakan (Syekh Burhanuddin) adalah penyebar Thjariqat Syattariyah. Faqih Shagir menuntut ilmu pada Tuanku Nan Tuo Mansiangan di Paninjauan, Tuanku Nan Kacik di Koto Gadang, Tuanku di Sumanik (Muslim D : “Turunan Tuanku Nan Tuo”, Lima Puluh Tahun Madrasah Diniyah Pasir Ampek Angkek Candung, 1928-1978, hal 37, PANJI MASYARAKAT, No.197, 15 April 1976, hal 29).

Tuanku Nan Tuo dan Faqih Shagir serta bebrapa ulama yang lain berupaya mengadakan larangan terhadap segala tindak kejahatan, segala perbuatan maksiat, menurut tuntunan agama Islam.

Sangatlah susah payah Tuanku-Tuanku itu melaksanakan tugasnya, karena selalu mendapat tantangan danperlawangan dari masyarakat.

Dalam kegiatan itu, Tuanku Nan Tuo dijadikan Imam, dan Faqih Shagir sebagai Khatib yang berfatwa memberi penerangan, melarang perbuatan yang munkar, dan menyuruh mengerjakan perbuatan yang makruf menurut tuntunan Islam.

Lama-kelamaan dengan berangsur-angsur banyaklah orang yang memeluk agama Islam dan makin lama makin aman sentosalah negeri-negeri di seluruh Minangkabau.

Pada tiap-tiap negeri (desa) dengn berangsur-angsur orang mendirikan masjid dan mengangkat imam, khatib dan bilal (muadzin).

Faqih Shagir yang ahli Fiqih itu sangat banyak muridnya. Beliau ajarkan cara mengerjakan rukun Islam yang lima, dan mengadakan aturan menurut hukum syara, seperti yang mengenai nikah-kawin, jual-beli, sando-pegang (pegang-gadai), harta warisan dan segala peraturan yang menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat jahat, serta mendirikan masjid.

Di tiap-tiap negeri ditetapkan harus mempunyai balai adat tempat bermusyawarah, bermufakat, masjid tempat beribadah, air-tepian tempat mandi mensucikan diri dari hadats besar dan hadats kecil, pasar tempat berdagang berjual beli (Prof H Mahmud Yunus : “Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia”, 1983:25-26).

Pada tahun 1802/1803 tiga orang pemuda Miangkabau, setelah bermukin menuntut ilmu empat-lima tahun di Makkah dan setelah menunaikan Ibadah Haji, pulang kembali ke Minangkabau. Mereka adalah Haji Miskin dari Pandai Sikat (Bukittinggi), Haji Muhammad Arif dari Sumanik (Batu Sangkar) dan Haji Abdur Rahman dari Piobang (Payakumbuh) (Yasrif Ya’kub Tambusai : “Peran Gerakan Sufi dan Kontradiksi Sejarah”, PANJI MASYARAKAT, No.521, 11 November 1986, hal 10, Forum Pendapat).

Haji Miskin, Haji Sumanik, Haji Piobang sangat terpengaruh oleh ketegasan Wahbi yang mereka saksikan di makkah dalam menjalankan hukum syara’. Wahbi mewajibkan setiap orang melaksanakan shalat berjama’ah, berpuasa di bulan Ramadhan dan mengeluarkan zakat. Melarang orang menggunakan semua yang merupakan simbol kehidupan mewah, seperti merokok, memakai sutera. Menghapus semua bentuk pajak yang tak sesuai dengan Islam. Melaksanakan perlawanan keras terhadap segala macam innovasi (bid’ah) seperti pengkultusan (penghormatan berlebihan) terhadap para wali, simbol (lambang, syi’ar) dan makam-makam (kuburan-kuburan) (Maryam Jamilah : “Para Mujahid Agung”, 1984:15,17, “Antara Fakta Dan Khayal : Tuanku Rao”, 1974:41).

Trio, Tiga Serangkai Haji Miskin, Haji Sumanik, Haji Piobang berupaya menerapkan Syari’at Islam di Minangkabau, seperti yang diterapkan oleh Wahabi di makkah, Mereka, terutama Haji Miskin amat gigih melarang orang menyabung (adu ayam), berjudi, mengisap candu, meminum tuak, merampok, membunuh dan lain-lain kejahatan yang terlarang menurut syara’. Mereka amewajibkan mendirikan shalat lima waktu, puasa Ramadhan, berzakat fitrah dan mendirikan Shalat Jum’at pada tiap negeri (desa). Mereka melarang orang merokok dan makan sirih.

Masyarakat Minangkabau terbelah dua. Pertama Aliran Lama (yang lunak, moderat) yang dipimpin oleh Tuanku Nan Tuo dan Faqih Shagir yang berpendapat bahwa adat kebiasaan jahiliyah di Minangkabau yang terlarang dalam Islam, hendaklah ditinggalkan dengan berangsur-angsur, sedangkan adat kebiuasaan yang berfaedah, boleh dikerjakan. Menurut Tuanku Nan Tuo, apabila telah ada seorang yang beriman dalam suatu negeri (desa), maka negeri itu tidak boleh dirampas hartanya, diserang, diperangi, ditawan penduduknya.

Kedua Aliran Baru (yang keras, ekstrem) yang dipimpin oleh Tuanku Mansiang Nan Mudo dan Tuanku Nan Renceh, yang berpendapat bahwa agama Islam haruslah dijalankan seluruhnya oleh alim ulama, dan adat kebiasaan jahiliyah harus dihapuskan sama sekali. Negeri-neeri yang tidak mau tunduk menurut hukum agama Islam harus diperangi.

Tokoh-tokoh Aliran Baru terkenal dengan nama Tuanku Nan Salapan yang dijuluki Harimau Nan Salapan. Mereka itu adalah : Tuanku di Kubu Sanang, Tuanku di Ladang Laweh, Tuanku di Padang Luar, Tuanku di Galung, Tuanku di koto Ambalau (Koto Laweh, Candung), Tuanku di Lubuk Aur, Tuanku di Bangsah (Tuanku nan Renceh di kamang), Tuanku Haji Miskin di Pandai Sikek. Mereka itu semua pernah belajar pada Tuanku Nan Tuo di Koto Tuo, Ampek Angkek, pimpinan Aliran Baru (“Antara Fakta Dan Khayal : Tuanku Rao”, 1974:111).

Harimau Nan Salapan menyeru orang-orang agar beriman, berkhitan, tidak memminum yang memabukkan, menyembah Allah, melaksanakan shalat, tidak mengisap candu, tidak merokok, tidak meminum minuman keras, tidak mengasah gigi, tidak menyabung ayam, tidak berjudi. Menyuruh pengikutnya supaya berpakaian putih, tidak mencukur jenggot, memakai serban putih, menutup aurat, tidak mandi bertelanjang.

Mereka menetapkan hukum (peranturan, undang-undang) yang harus dijalankan. Laki-laki yang mencukuir jenggot didenda dua suku (mata uang di Minangkabau waktu itu). Mengasah gigi didenda seekor kerbau. Tidak menutup lutut (aurat) didenda dua suku. Perempuan tidak menutup kepala didenda tiga suku. Memukul anak didenda dua suku. Menjual atau mengisap tembakau didenda lima suku. Meninggalkan shalat didenda lima real (mata uang di minangkabau waktu itu), kalau telah dua kali (meninggalkan shalat) dihukum bunuh.

Mereka menyusun pemerintahan pada tiap-tiap negeri yang dikuasainya, serta menjalankan segala peraturan yang telah ditetapkan. Pada tiap-tiap negeri diadakan jabatan Tuanku Imam, yang mengurus hal-hal yang sangkutan dengan agama, dan Tuanku Kadi yang menjaga agar supaya tidak terjadi pelanggaran, dan menghukum orang yang berani melanggarnya (“Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia”, 1983:27-30).

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS0807311945)

Leave a comment

Penghalang tegaknya Syari’at Islam

Penghalang tegaknya Syari’at Islam

oleh : Asrir

Sudah berbagai rupa teori yang diketengahkan para pakar yang menjelaskan cara,
upaya, metoda untuk menegakkan Syari’at Islam di muka bumi ini. Namun teori
tinggal tetap teori, impian, tak pernah terwujud dalam realitas, dalam kenyataan
di tempat mana pun di muka bumi ini, tidak di Arab, tidak ddi Mesir, tidak di
Sudan, tidak di Pakistan, tidak di Indonesia, tidak di mana-mana.
Ada Abul A’la al-Maududi dengan “Metoda Revolusi” (1983), “Kemerosotan Ummat
Islam dan paya Pembangkitannya” (1984). Ada Muhammad bin Syaqrah dengan “Cara
Praktis Memajukan Islam” (1991). Ada Yusuf Qardhawi dengan “Alhallul Islamy”
(Pedoman Ideologi Islam) (1988). Ada Sayid Quthub dengan “Petunjuk Jalan”. Dan
lain-lain.
Tidak bisa tegaknya Syari’at Islam itu disebabkan oleh kondisi internal umat
Islam yang menurut kajaian Abdul Qadir Audah “Islam di antara kebodohan Ummat
dan kelemahan Ulama” (1985). Generasi kini adalah generasxi buih. Tak punya
bobot, tak punya kekuatan, tak punya potensi. Kekuatan, potensi umat Islam
terdapat pada adanya ruh taauhid dan ruh jihad. Generasi kini adalah generasi
cuek. Tak ada satu pun media massa Islam yang secara sungguh-sungguh, terarah,
sistimatis membangkitkan ruh taauhid para pembaca (paling-paling sekedar
“bimbingan tauhid” yang kering dari ruh tauhid). Juga tak ada satu pun mimbar
Islam pada tayangan televisi yang secara sungguh-sungguh, terarah, sistimatis
mmembangkitkan ruh tauhid para pemirsa. Lebih banyak sekedar ajang pamer ilmu
sang nara sumber. Demikian pula tak ada satu pun penerbit Islam yang secara
sungguh-sungguh, terarah, sistimatis menerbitkan buku-buku yang diharapkan dapat
membangkitkan ruh tauhid para pembaca. Umumnya semuanya bertolak dari motif
(niat) bisnis, mengusung “Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang), bukan berangkat
dari “Sampaikanlah dariku, walaupun satu ayat”.
Kondisi riil generasi buih, generasi cuek masa kini, antara lain dapat disimak
dari analisa Abul Hasan Ali alHusni anNadwi “Pertarungan antara Alam Fikiran
Islam dengan Alam Fikiran Barat” (1983). Di samping kondisi internal umat Islam,
maka tidak bisa tegaknya Syari’at Islam, juga disebabkan oleh faktor eksternal,
oleh yang berasal dari luar, bahkan berasal dari musuh Islam. Faktor eksternal
lebih dominan melalui pendidikan. Umat didik secara Barat dengan sistim Barat.
Ada yang secara langsung, dan ada yang tidak secara langsung. Yang secara
langsung, dididik, diajar di sekolah-sekolah Barat, di negara-negara Barat untuk
menerima, menimba teori-teori “ilmiah” dari “ilmuwan” semacam Goldzieher,
Margolioth, Schacht, dan lain-lain (Dr Musthafa AsSiba’I : “AlHadits sebagai
sumber Hukum serta Latar Belakang Historisnya”, 1982:25-28). Secara tak langsung
bisa melalui studi/kajaian tokoh-tokoh sinkretis semacam Ir Mahmud Muhammad
Thaha, Dr Hasan Hanafi, Dr Muhammad Imarah, Dr Rifa’ah at-Thahthawi, dan
lain-lain. Juga bisa melalui studi/kajian tokoh orientalis.
Orang-orang Islam yang terdidik secara Barat, dengan sistim Barat, baik
langsung dengan orang Barat, maupun tak langsung melalui studi/kajian
orang-orang Barat dan pengikut-pengikut Barat inilah yang akan tumbuh,
mengembangkan, menyebarkan apa yang namanya Islam Rasional (orang Barat ada yang
menyebutnya Freidenker in Islam), Islam Liberal (Islam Sekular ?, dulu tahun
lima puluhan ada yang namanya PKI Lokal Islamy, dan Jami’atul Muslimun
(Jamus)-nya PNI. Islam Rasional sangat menjungjung rasio, akal, lebih dari
naqal, lebih dari wahyu. Kebenaran itu dapat diperoleh dengan rasio, dengan
akal, tgak perlu naqal, tak perlu agama. Rasionalis ini pada masa lampau dengan
julukan Mu’tazilah (M.Natsir : “Rationalisme dalam Islam dan Reactie atasnja”,
dalam ALMANAR).
Islam Liberal menghendaki kebebasan sebebasnya tanpa batas. Untuk membebaskan
diri dari ikatan Islam diupayakan dengan menggunakan pandangan Islam sendiri.
Dikemukakanlah bahwa Islam itu sangat menjunjung kebebasan, tanpa menjelaskan
kebebasan yang dikehendaki Islam. Secara tak langsung bisa juga melalui
studi/kajian karya semacam “Madilog”-nya Tan Malaka, kaum “Dahriyin” masa kini.
Kaum “Dahriyin” masa lalu, percaya kepada keabadian daripada benda dan menolak
mengakui adanya seorang yang Maha Pencipta (Amer Ali : “Api Islam”, hal 260).
Orang-orang yang menganut paham Islam Rasional, Islam Liberal tampaknya
kelihatan sangat Islami, tetapi menolak formalisme syari’at Islam, bahkan bisa
anti Islam secara ideologis. Lahirnya di permukaan tampak Islam, tetapi Islamnya
hanya sampai ditenggorokannya. Terdapat hadits-hadits dari Abu Sa’id alKhudri
tentang orang-orang Khawarij (yang keluar dari agama) yang menyiratkan,
mengesahkan suruhan/perintah untuk membunuh orang-orang yang mengaku Islam,
tetapi punya pandangan anti Islam, menolak formalisasi syari’at Islam (Mohammad
Fauzil Adhim : “Kupinang Engkau dengan Hamdalah”, 2001:113). (“Membunuh” bisa
saja bermakna majazi, mengebiri, menguburi Islam). Alergi, jijik, sinis terhadap
Syari’at Islam. Dalam wawancara TVR, Jum’at, 12 Aapril 2002, jam 1800-1830,
tentang amandemen UUD-45, Rektor IAIN, Prof Dr Azyumardi Azra tak menyukai upaya
pene3gakkan Syari’at Islam (melalui Piagam Jakarta).
Ketika menyimak “Jejak Liberal di IAIN” dalam SABILI, No.25, th.IX, 13 Juni
2002, terbayang seorang keponakan lulusan IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat tahun
2001 yang dalam rak perpustakaan pribadinya bertengger MADILOG karya Tan Malaka.
Sejak dari awal sampai akhir bukunya, Tan Malaka menuntun, membimbing,
mengarahkan pembacanya secara sistimatis.
Syari’at Islam hanya bisa tegak kalau sudah ada komunitas yang memiliki ruh
tauhid. Komunitas yang memiliki ruh tauhid ini bisa disebut dengan masyarakat
IMTAQ, masyarakat MARHAMAH, masyarakat ISLAMI. Masyarakat Islami adalah
masyarakat yang intinya (kernnya) terdiri dari orang-orang Islam yang tangguh,
yang hidup matinya lillahi rabbil ‘alamin, dan plasmanya segenap orang taanpa
membedakan asal, suku, agamanya yang bersedia melakukan yang baik dan tidak
melakukan yang jahat serta siap sedia secara bersama-sama menindak yang
melakukan tindak kejahatan, dan menyelesaikan sengketa menurut hukum Allah.
Masyarakat yang mau diatur oleh hukum Tuhan Yang Maha Esa (Sayid Qutub :
“Dibawah Panji-Panji Islam”, 1983:19, Fuad Abdul Baqi : “alLukluk wal-Marjan”,
hadits no.1104).
Di antara paham, pemikiran yang menghalangi, merintangi, menghambat, menjegal
Syari’at Islam, adalah paham, pemikiran Islam Rasionalis, Islam Liberalis (Islam
Sekularis, Islam Sinkretis). Pahamnya bertolak dari pemisahan agama dan politik,
pemisahan hak privat dan hak politik. (Proses munculnya ide pemisahan agama dan
politik di kalangan Islam, yang dicaplok dari kalangan Kristen, diuraikan Sayyid
Quthub dalam bukunya “Keadilan Sosial Dalam Islam”, 1994:1-23, ‘Agama dan
Masyarakat dalam pandangan Kristen dan Islam’). Menghendaki kebebasan mutlak
yang sebebas-bebasnya tanpa batas. Padahal di negara adikuasa yang katanya
sangat menghormati kebebasan, kemerdekaan, namun paham komunis dijegal (Khurshid
Ahmad : “Islam Lawan Fanatisme Dan Intoleransi”, 1968:5-7, ‘Hantu Intoleransi’).
Mengeb iri, memasung, memandulkan, melumpuhkan Islam. Meredusir, meredduksi,
membatasi hakikat dakwah, hakikat jihad. Menolak Islam didakwahkan sebagai acuan
aalternatif. Menantang hak individu diintervensi, diatur oleh Islam. Mengusung
ide pemisahan wilayah publik dan wilayah privat, bahwa agama adalah soal
individu (bersifat pribadi), sedangkan soal publik adalah hak negara (SABILI,
No.25, Th.IX, 13 Juni 2002, hal 81, “Melacak Jejak Liberal di IAIN”. Menolak
Islam diteraapakan secara formal. Menolak formalisasi/legalisasi ketentuan
Syari’at Islam ke dalam peraturan perundang-undangan sebagai hukum positif.
Ketua Forum mahasiswa Ciputat (Formaci), Iqbal Hasanuddin menjelaskan, bahwa ia
bersama Formaci-nya tegas-tegas menolak penerapan Syari’at Islam. Juga
teman-temannya di HMI, PMII, Forkot tak setuju dengan itu. Hak kebebasan
individu tak boleh dintervensi, diatur oleh aturan publik. (Idem, hal 82).
Melakukan labelisasi/stigmatisasi umat Islam dengan julukan seperti sekretarian,
primordial, ekstrim, fundamentalisme, dan lain-lain yang sejenis dan yang
menyakitkan. (Apalagi kini dengan gencar predikat teroris disandangkan pada
Taliban, alQaeda, Jama’ah Islamiyah, Majelis Mujahidin, dan lain-lain).
Menggembar-gemborkan bahwa Syazri’at Islam itu hanya cocoknya buat bangsa yang
belum berbudaya, belum beradab, masih biadab, barbar, primitif, seram, kejam,
sadis, bengis, beringas, jorok, dekil, kumal. (Dikemas dalam bahasa “ilmiah”).
Melakukan kegiatan/manuver politik Deislamisasi yang cenderung sinkretis
(talbisul haq bil bathil), pluralisme. Berupaya memisahkan antara hakikat (yang
substansial/substansif) dan syari’at (law enforcement, legal action). Hanya
mengambil hakikat (esensi, semangat, nilai) dan melepaskan syari’at (syi’ar,
simbol, ritual, legal-formal). Memuji-muji keagungan nilai-nilai Islam sebagai
nilai yang humanis-universal, dan mencela, mencerca hukum-hukum Islam dengan seb
utan sadis, kejam, biadab, primitif, tidak manusia. Mengaraahkan perkembangan
Islam hanya b eraliran, berdimensi, bernuansa substantif/substansial (hakikat
semata) tanpa terkait pada syari’at (legaal-formal). AlQur:an dipahami hanya
sebatas kontekstual sesuai dengan kehidupan sosio-kultural yang terus berkembang
terlepas dari tekstual (nash). Bahkan menurut paham ini, segala sesuatu yang
datan g dari alQur+an dan Sunnah harus ditimbang dulu sebelum diterima. Kalau
cocok menurut rasio barulah diterima. “Sami’na wa fakkarna baru wa atha’na”.
Alqur:an dan Hadits itu terbuka untuk diinterpretasikan, katanya (SABILI, No.25,
hal 82). Mereka berlindung di balik kebebasan yang diberikan Islam untuk memilih
apakah akan tetap kafir, menolak Qur:an, ataukah akan masuk ke dalam Islam
secara utuh, menerima Qur:an tanpa wa fakkarna, tapi wa atha’na.
Faktor ekstern lain yang menjegal tegaknya Syari’at Islam adalah
perangkat-perangkat yang melekat pada sistim non-Islam (sistim jahiliyah)
semacam sumpah jabatan, lencana/simbol negara, tata tertib protokoler, dan
lain-lain.
Kondisi sosial, kondisi mental yang memungkinkan kebebasan tertanamnya ruh
tauhid, itu pulalah yang memungkinkan tegaknaya syari’at Islam. Karena itu
diperlukan upaya pembangkitan ruh tauhid ini.
Sayid Quthub menghimbau agar umat ini mengambil alQur:an secara hakiki,
mewujudkan kandungan-kandungannya, dan berjuang melawan kejahilan. Agar bisa
memahami Qur:an secara baik, dan bisa mengimplementasikannya secara baik pula,
pendeknya mampu berinteraksi aktif secara efektif dengan Qur:an. Memperkokoh
hubungan dengan Tuhanya, berpegang teguh dengan tali-Nya serta bertawakal
kepadaNya. Agar merasa bangga dengan keimanannya, merasa mulia dengan akidahnya,
percaya dan yakin terhadap janji Tuhannya, serta agar bersabar.

Leave a comment

Penghalang tegaknya Daulah Islamiyah

Penghalang Tegaknya Daulah Islamiyah


Imam kamiImam kami

Satu-satunya organisasi Islam di Indonesia yang sangat gigih dan konsern dengan penegakkan Daulah/Khilafah Islamiyah adalah Hizbut Tahrir Indonesia. Belakangan ini antara lain menyelenggarakan Kajian Umum tentang “79 Tahun Runtuhnya daulah Khilafah Islamiyah”, Bedah Buku “Reflewksi 79 Tahun Daulah Khilafah Islamiyah”.

Penghalang utama tegaknya kembali Daulah Khilafah Islamiyaha adalah Jaringan Trio Fir’aunisme-Hamanisme-Qarunisme (Globalisasi/Internasionalisasi dalam sistim Politik, militer, Hukum, Ekonomi, Bank, Asuransi, Industri, Sains, Teknologi, Informasi, Komunikasi. Semuanya termasuk PBB dibawah kendali, dibawah kontrol Amerika Serikat dan pendukungnya dari Yahudi (Yudaism) dan nasrani (Christianism).

Dengan kasat mata, dominasi global (global dominator) dipertontonkan dalam penyerbuan tak sah ke Irak oleh pasukan sekutu Anglo Amerika (Amerika Serikat, Inggeris, Australia) dibawah pimpinan koboi George wakler Bush. Sejak penyerangan 20 Maret 2003 itu yang berlaku di dunia internasional hanyalah hukum rimba. Sistem hukum internasional dan nilai-nilai demokratis dilulh lantakkan oleh Bush dan sekutunya (pendukungnya) yang mengaku pembela demokrasi, tapi nyatanya penghancur demokrasi.

Sistim Sosial Internasional (Politik, Militer, Hukum, Ekonomi, Bank, Asuransi, Industri, Sains, Teknologi, Informasi, Komunikasi) direkayasa, dirancang, diciptakan, didominasi oleh negara-negara kuat (adidaya) untuk kepentingan meereka sendiri dan didukung oleh negara-negara lain yang mempunyai kepentingannyaa yang sama dengan mereka.

Umat Islam harus berupaya membebaskan diri dari cengkeraman belenggu rantai kendali sistim Politik Global, sistim Ekonomi Global, sistim Hukum Global, sistim Komunikasi Global, dan berupaya masuk kedalam sistim politik Islami, sistim Ekonomi Islami, sistim Hukum Islami, sistim Komunikasi Islami. Mengenai caraanya kembali kepada para pemimpin umat ini.

Anglo-Amerika menguasai, mendominasi semua segi kehidupan, baik militer, ekonomi maupun kebudayaan. Semuanya di bawah kendali, dibawah kontrol Amerika Srikat dan pendukungnya. Bush dan pendukungnya, baik secara pribadi, maupun secara kolektif amat sangat takut supermasinya (keadidayaannya dan keadikuasaannya0 tersaingi oleh yang lain, seperti halnya Fir’aun khawatir kekuasaannya akan diambil oleh turunan Israel (turunan Nab I Ya’qub as). Dalam kayalnya bush melihat bahwa Osmah bin Laden, Saddam Hussen adalah diantara tokoh-tokoh yang akan menyaingi supermasinya dan sekutunya di dunia internasional. Bush menerapkan hukum rimba kepada siapa saja. Sesudah kepada Afghanista, Irak, kemudian bisa kepada Suriah, Lybia, Kore utaraatau yang lainnya.

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1107131930)

Leave a comment

Mengusung Islam

catatan serbaneka asrir pasir

Mengusung Islam

Sekitar tahun 1935-1939 berlangsung pertukaran pikiran yang hangat-semarak di kalangan cendekiawan pemikir Indonesia. Himpunan (koleksi) pertukaran pikiran itu diterbitkan Balai Pustaka Djakarta tahun 1948 di bawah judul “Polemik Kebudayaan” dengan Kata Pengantar oleh Achdiat K Mihardja.

Pertukaran pikiran-bijak tersebut berawal dari karangan Sutan Takdir Alisyahbana yang berkepala “Menuju Masyarakat Dan Kebudayaan Baru”. Dalam karangannya yang berkepala “Synthesa Antara Barat Dan Timur”, tersimpul pokok pikiran Sutan Takdir Alisyahbana, yang secara tegas mengemukakan bahwa “Bangsa kita harus mengambil Islam yang nuchter” (dinamis, aktif, berkobar, bergelora, menyala), atau dengan mengambil levenshouding Barat” (“Polemik Kebudayaan”, 1948:100). Wajah dunia kebudayaan Barat-Eropah terdiri dari peradaban Yunani-Rum (Helenisme Romawi), agama Kristen-Nasrani, dan Sains Modern (Simak antara lain Dr RF Beerling : “Pertumbuhan Dunia Modern”, Jilid I, hal 21, Drs Tugiyono ks : “IPS Sejarah untuk SMP”, 2B, hal 170, Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar”, jilid X, hal 198).

Sepanjang pertukaran pikiran berlangsung, Sutan Takdir Alisyahbana hanya mengusung “Westernisme” (intelectualisme, individualisme, egoisme, materialisme), dan tak pernah berbicara tentang Islam.

Dalam karangannya yang berkepala “Semboyan Jang Tegas”, Sutan Takdir Alisyahbana menegaskan bahwa “Indonesia sekarang perlu akan putera jang tajam pikirannja, mindividu jang mempunjai pikiran, pemandangan dan peerasaan sendiri, jang tahu mengemukakan dan mempertahankan kepentingan dan haknya jang senantiasa berdaja upaja memperbaiki kehidupan dan penghidupannja lahir batin” (“Polemik Kebudayaan”, 1948:40). Dengan susunan kata lain, dalam karangannya yang berkepala “Pekerdjaan Pembangunan Bangsa”, Sutan Takdir Alisyahbana menegaskan “tjara bekerdjanya tidak lain daripada mendidik manusia baru, mendidikj djiwa baru, jang satu tjabang daripada kebudajaan internasional sekarang jang memakai tiang-tiang agung rationalisme, individualisme dan positivisme, atau dengan pendek : “he moderne denken” (Masyarakat Indonesia Berpola Pikir Modern) (“Polemik Kebudayaan”, 1948:136).

Dalam hubungan “Masyasrakat Indonesia Berpola Pikir Modern”, Mohammad Natsir pernah berbicara, membahas hal-hal yang perludimiliki orang modern seperti diungkapkan oleh Professor Alex Inkeles dari Universitas Harvard dalam bukunya mengenai “Modernisasi dari Manusia” (The Modernization of Man). Disebutkan bahwa ciri kemodern antara lain adalah : terbuka menerima pembaruan dan perubahan, tidak anti kemajuan, menghendaki masa kini lebih baik dari masa lalu, tanggap terhadap sikon, demokratis, berorientasi ke depan, provesional, berwawasan program, menguasai alama, menghargai manusia, sains-teknologi, keadilan (“Apakah Pesan Islam Terhadap Orang Modern”, PANJI MASYARAKAT, No.197-199, April/Mai 1976).

Dr M Amir yang juga ikut serta dalam pertukaran pikiran itu, dalam karangannya yang berkepala “Pertukaran Dan Pertikaian Pikiran” mempertanyakan ” Apakah betul ….. Islamietische leven founding (sikap hidup Islami) dapat dipergunakan sebagai obat mudjarrab, sebagai therapia sterilisans magna (resep-terapi-akbar) ?” (“Polemik Kebudayaan”, 1948:106). Dr M Amir dan semua yang ikut serta dalam prtukaran pikiran tak pernah membahas, memperbincangkan, memperdebatkan Islam sebagai “Jalan Lurus” satu-satunya menuju terwujudnya “Indonesia Merdeka”, sebagai resep-terapi-obat mujarab utama.

Sedangkan M Natsir waktu itu tak ikut serta dalam pertukaran pikiran tersebut. M Natsir pernah bertukar pikiran dengan Soekarno, dengan mengusung Islam sebagai atu-atunya “Dasar Indonesia Merdeka”, sedangkan lawan-debatnya, Sukarno mengusung Nasionalisme. M Natsir kuang atau bahkan tak mendapat dukungan dari kalangan sendiri. Daru dulu sampai kini pendukung paham Nasionalisme – Priyai-Abangan – lebih mendominasi daripada pendukung paham Islam – Mutihan-Santri – di seluruh Nusantara (Simak antara lain H Rosihan Anwar : “Santri Dan Abangan”, dalam GELANGGANG Sastra, Seni Dan Pemikiran”, No.1, Desember 1966, hal 54). Dakwah Islam Mutihan-Santri tak menyentuh, tak menarik Nasionalisme Priyayi-Abangan. Akibatnya posisi-kedudukan Nasionalisme Pryayi-Abangan-Sinkretisme lebih dominan daripaa Islam Mutihan-Santri-Orthodoks.

Pemikiran M Natsir sebelum Kemerdekaan dinilai – sementra kalangan – kaku (tegas ?) dan brsifat apologis (PEMBELA ISLAM ?) bersifat agak bringas (argumentatif-konfronatif-radikalis ?) (Simak PELITA, 16 Oktober 1983 : “Dicari Perumus Ide di Kalangan Islam”). Setelah Kemerdekaan – sebelum Konstituante – M Natsir lebih bersemangat membela Pancasila, namun kemudian pada sidang Konstituante Bandung 1957, M Natsir berbalik menentang Pancasila ( Simak KH Firdaus AN : “Dosa-Dosa Yang Tak Boleh Berulang Lagi, 1992:84, M Natsir : “Bertentangankah Pancasila dengan alQur:an”, “Apakah Pancasila bertentangan dengan alQur:an”, HIKMAH, 9-21 Mei 1954, SABILI, No.26, Th VII, 14 Januari 2000, hal 76).

Nasionalisme-Marhaenisme Soekarno mendapat dukungan lebih banyak (Simak antara lain Rosihan Anwar : “Santri Dan Abangan”, GELANGGANG, No.1). “Nasionalisme-Marhaenisme”, atau sinkretisme “Nasionlisme, Islamisme, dan Marxisme” (1926) kemudian menjelma menjadi yang disebut dengan “Pancasila” (Simak antara lain Soegiono Soerojo : “Sipa Menabur Angin Akan Menuai Badai”, `1988). Sekedar pemanis-basabasi, dalam pidatonya “Lahirnya Pantjasila” (1 Djuni 1945), Soekarno berseru agar bekerdja sehebat-hebatnja, sekeras-kerasnja, supaya hukum-hukum jang keluar dari Badab Perwakilan Rakyat, adalah hukum Islam. Juga pernah berseru agar “Menemukan Kembali Api Islam” dalam pidato peneriman gelar Doctor Honoris Causa tanggal 2 Desember 1964. Dan juga sangat mengagumi ” The Spirit of Islam” (Api Islam)nya Syed Ameer Ali. Dalam karangannya “Islam Dan Modernisme” (1982:85-94), Maryam Jameelah mengomentari (mengkritik) “The Spirit of Islam”nya Syed Amer Ali. Robert Gullick Jr juga menggunakan “The Spirit of Islam”nya Syed Ameer Ali sebagai referensi, rujukan bukunya “Muhammad The Educator” (1969 : Chapters 3 : Contributions pf Islamic Civilisation To World Culture)./ Namun dalam hubungan “Api Islam” ini, Soekarno tetap saja Soekarno, tetap saja lebih menyenangi, menyukai, mencintai Nasionalisme-Marhaenisme daripada menyenangi, menyukai, mencintai Islam.

Termasuk kedalam spirit, semangat Islam, diantaranya adalah sikap mental terpuji (akhlak mahmudah), seperti : Bekerja keras, Berorientasi ke depan, Berorintasi prestasi, Mandiri, Disiplin. “Seseorang tidak makan suatu makanan sama sekali yang lebih baik daripada memakan dari hasil kerja sendiri” (HR Bukhari dari Miqdad bin Ma’dikarib).

Dalam kajian-analisanya, Sayid Qutub sampai pada kesimpulan, keyakinan bahwa “zaman jayanya kilit putih telah berakhir, karena peradaban Barat tidak lagi apat melahirkan sesuatu yang baru di lapangan ide dan pemikiran yang tinggi nilainya” (“Masyarakast Islam”, 1983:15. Simak juga Abul A’la alMaududi : “Metode Revolusi Islam”, 1983:20-21, Prof Dr F Beerling : Pertumbuhan Dunia Modern”, Djilid 1, hal 14). Sayid Qutub juga mengusung “Hari Esok untuk Islam”.

Setelah mengkaji “Kemerosotan Umat Islam” di Pakistan-India secara mendalam dan kritis, akhirnya Abul A’a al Maududi sampai pada kesimpulan bahwa “Upaya Pembangkitan Umat Islam” hanyalah engan kembali kepada Islam. Maududi berkata “Kami akan tetap beruaha menciptakan masyarakat Islam, betapapun andainya anda tidak melihat adanya kebobrokan-kebobrokan di depan mata kita” (“Kemerosotan Umat Islam dan Upaya Pembangkitannya”, 1984:3. Simak juga Hamka dalam PANJI MASYARAKA, No.225, 15 Juni 1977, hal 7).

Setelah mengkaji “Pertarungan antara Alam Fikiran Islam dengan Alam Fikiran Barat di Negara-Negara Islam”, Abul Hasan Ali al Husin an Nadwi menemukan tiga macam sikap dalam menyikapi Westernisme-Modernisme. Pertama, yang bersikap negatif, yang menolak Peradaban Barat secara mutlak keseluruhan. Kedua, yang bersikap akomodatif, yang menerima Peradaban Barat secara keseluruhan. Ketiga, yang bersikap selektif, yang menrima Peraaban Barat secara kritis.

Yang memotivasi, mendorong, menggerakkan manusia berbuat sesuatu adalah sikap mental, sikap hidup, pola pikirnya. Hasil perbuatan manusia itu disebut kebudayaan, peradaban, berupa sains, teknologi, ekonomi, sosial, bahasa dan seni, serta religi (agama ciptaan manusia) ( Simak AMW Pranarka, dalam Prof Dr HM Rasyidi : “Strategi Kebudayaan Dan Pembaruan Pendidikan Nasional, 1979:10. Juga TM Usman ElMuhammady : “Islamologie”, hal 5, Sei H Datuk Tombak Alam : “Kunci Sukses & Penerangan Dan Dakwah”, hal 76-77).

Selanjutnya kebudayaan, peradaban (kultur, sivilisasi) yang membentuk, melahirkan sikap mental, sikap hidup, pola pikir yang baru. Proses tersebut berlangsung terus menerus membentuk spiral tanpa ujung, saling membentuk, menghasilkan yang baru.

Sikap mental yang positif-aktif-dinamis dapat diperoleh, dibangkitkan melalui pendidikan melakukan kegiatan yang kompetitif-individuil (musabaqah fil khairat), baik namanya perlombaan, pertarungan, pertempuran, persaingan yang sehat di segala bidang. (Sampai kini belum ada yang melakukan survey-penelitian mengenai hubungan kesuksesan seseorang dengan kegemarannya melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat kompetitif-individuil). Disamping itu, sikap mental yang positif-aktif-dinamis dapat juga tumbuh dari ruh jihad, semangat juang.

Islam mendidik umatnya memiliki ruh jihad, semangat juang, melakukan kegiatan-kegiatan yang kompetitif-individuil, seperti menggunakan senjata perang, memanah, berebabg, menunggang kuda, berlari, ad cepat dan lain-lain (Simak antara lain Prof Dr Omar Mohammad atTommy alSyaibany : “Falsafah Pendidikan Islam”, 1984:488, 490,503-505).

Islam mengajak, menyeru kepada yang positif-makruf dan menjauhi, menghindari yang negatif-munkar. Individualis yang sosialis menurut Islam adalah positif-makruf. Juga sosialis yang individualis menurut Islam aalah positif-makruf (Simak antara lain QS 28:76-77 yang memberikan pendidikan sikap mental yang tidak hanya berorientasi pada kepntingan pribadi semata, juga punya sikap mental yang berorientasi kepentingan bersama).

Satu-satunya “Jalan Lurus” menuju mewujudkan “Indonesia Adil Makmur” adalah dengan “Menghidupkan Api Islam” (The Spirit of Islam), memberikan pendidikan yang dapat menumbuhkan “ruh Tauhid” (semangat khasyyah, yang takut kepada Allah, seperti dapat disimak antara lain pada QS 8:2, 50:33), serta “ruh Jihad” (semangat yang berani menegakkan keadilan dan kebenaran, berani menyingkirkan kemunkaran, seperti dapat disimak antara lain pada QS 16:90).

Dr Raden Sutomo alam karangannya “Perbedaan Leven Visie” melukiskan sistim masyarakat Nusantara (Jawa) masa lalu seperti demikian : “Sebelumnya agama Islam datang di negeri ini masjarakat kita di pulau Djawa sudah amat rusak keadannja. Zaman Hajam Wuruk dan Gadjah Madha sudah lampau. Sedang di waktu itu dunia adalah dalam keadaan terpecah belah, penuh ketegangan, perkelahian dan peperangan antara kita sama kita” (“Polemik Kebudayaan”, 1948:74).

(written bt sicumpaz@gmail.com at BKS1107131100)

Leave a comment

Jama’ah Jihad

catatan serbaneka asrir pasir

Jama’ah Jihad

 Jama’ah jihad gigih berjuang menegakkan Kalimatullah yang termaktub dalam Qur:an. Mengunggulkan Dinulhaq di atas yang lain (QS 61:9). Berdakwah menyemaikan akidah Islamiyah (QS 16:125). Menyeru manusia agar hanya bertuhankan Allah swt, bernabikan Muhammad saw, berkitab Qur:an. Rela diatur dengan Kitabullah. Yang Yahudi rela diatur dengan Taurat. Yang Nasrani rela diatur dengan Injil. Yang Islam rela diatur dengan Qur:an (QS 5:66). Agar berbuat adil, beramal saleh, berbuat ihsan, berbuat baik. Benar dalam segala hal. Tidak berlaku aniaya. Tidak mengganggu apa dan siapa pun. Tidak berbuat onar dan makar. Tidak melakukan mo-limo. Agar memberantas kejahatan, penindasan, penganiayaan, penyelewengan, kesewenang-wenangan, kemaksiatan (QS 16:90). Meskipun orang-orang menghinanya, melecehkannya (QS 9:33).Dalam upaya menegakkan Kalimatullah, jama’ah jihad bergerak secara terorganisir dalam satu barisan yang teratur (QS 61:4), dengan satu program yang realistis rinci terpadu, serta dengan pembagian tugas yang jelas dan tegas, yang hanya berorientasi pada Islam semata, dan mengacu pada sikap Rasulullah dan para sahabat beliau, dengan tujuan untuk membela dan mempertahankan tegaknya Kalimatullah, dengan satu pimpinan komando yang berwibawa yang mampu mengatur taktik strategi yang dipatuhi oleh semuanya.

Aktivitas jama’ah jihad bersifat menyeluruh, totalitas (QS 2:208), serba multi, multi-dimensi, multi-disiplin dengan multi-media (QS 8:60), mencakup ipoleksosbudmil. Perjuangan akademik, ideologi, politik, sosial, kultural, ekonomi dan perjuangan bersenjata (iman, harta, logika). Menyiapkan tenaga-tenaga profesional berjiwa Islam dalam berbagai disiplin keahlian yang akan menangani masalah kenegaraan (eksekutif, legislatif, yudikatif). Mencakup dakwah, amar bil makruf, nahi anil munkar (QS 3:104) melalui jihad tablighi, jihad taklimi (tarbiyah), aksi massa (aktivitas sosial), jihad siyasi (jalur politik-diplomatik, parlementer-konstitusional), jihad qathli (jalur kekuatan bersenjata). Semuanya itu merupakan jalur, metode, thuruq bagi pencapaian tujuan.

Dalam hubungan ini, sesuai dengan pandangan, visi dan persepsinya tentang cara dan strategi menegakkan Kalimatullah, Ir Soekarno, tokoh Nasional-Marxis, dalam sidang BPUUPKI tanggal 1 Juni 1945 dengan semangat berapi-api, berkobar-kobar menganjurkan tokoh pejuang Islam sehebat-hebatnya agar supaya sebagian terbesar kursi DPR diduduki oleh utusan-utusan Islam, sehingga hukum-hukum yang dihasilkan DPR itu adalah hukum Islam. Namun dalam praktek perjuangannya, Ir Soekarno sama sekali tak tertarik memperjuangkan tegaknya Kalimatullah, tegaknya syari’at Islam. Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Ir Soekarno dengan ide Nasakomnya (Nasamarx) menjegal tegaknya syari’at Islam. Ir Soekarno yang semula menganjurkan memilih jalur parlemen-konstitusional, tapi ia sendiri berseberangan, bahkan bermusuhan dengan Islam dalam hal menegakkan Islam.

Hasan Al-Banna dengan Ikhwanul Muslimin-nya di Mesir, Maududi dengan Jami’atul Islami-nya di Pakistan, Hasan Turabi di Sudan, Taqiyuddin an-Nabhani dengan Hizbut Tahrir-nya di Yordania, dan lain-lain, berupaya amengimplementasikan syari’at Islam dengan lebih memusatkan perjuangannya melalui jalur politik, jalur parlemen dan jalur dakwah.

Berbeda dengan semua itu, Kartosoewirja lebih maju, dengan memilih jalur perjuangan bersenjata dengan memproklamirkan berdirinya Negara karunia allah, Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 27 Agustus 1948.

Lain lagi dengan Prof Raojiyah Garaudy (Roger Garaudy), mantan pakar strategi marxis (anggota politbiro Partai Komunis Perancis) yang dalam teori penyebaran Islam-nya mengemukakan, bahwa agar syari’at berguna untuk diterapkan di berbagai masyarakat manusia, maka Islam harus menjadi milik golongan tertindas (kelas proletar ?), dan harus memberi ruh harapan dan semangat hidup bagi semua (QS 8:24).

Sasaran ruang lingkup jihad yang paling luas adalah jihad tablighi (dakwah). Meliputi antara lain : masyarakat transmigrasi, lembaga permasyarakatan, generasi muda, pramuka, kelompok orang tua, kelompok wanita, kelompok masyarakat industri (buruh, kuli, supir), kelompok profesi, masyarakat daerah rawan, masyarakat suku terasing, pondok sosial, rumah sakit, komplek perumahan, asrama, masyarakat akademis, karyawan, pejabat, gelandangan, tuna susila, masyarakat pasar.

Aktivitas jihad tablighi sangat beragam. Bisa berupa penerbitan buku-buku agama, penerbitan surat kabar, majalah atau buletin dakwah, pidato, diskusi, ceramah, pengajian, konsultasi, aktivitas seni budaya, dan lain-lain.

Jama’ah jihad gigih berjuang menggalang persatuan kesatuan antar sesama, “kalbunyan yasyudduhu ba’dhu ba’dha”. Dengan segenap kemampuan yang dimiliki secara optimal maksimal memperjuangkan tegaknya “kalimatullah hiyal ‘ulya”, tegaknya ajaran dan aturan Allah di tengah-tengah masyarakat, tegaknya nilai-nilai Islam dalam kehidupan, berlakunya hukum Allah di muka bumi sebagaia hukum positip, terciptanya kesempatan melaksanakan “amar fahkum bainannas bima anzalallah”, terwujudnya “’izzul Islam wal Muslimin”.

Jama’ah jihad tak akan lupa dan lengah dari sasaran tujuan “li i’la kalimatullah hiyal ‘ulya”. Asas dasar landasan pangkal tolak jama’ah jihad adalah keyakinan dan pengakuan akan “la ilaha illalah”, hanyalah Allah yang Tuhan, “qul huwallahu ahad”, “alladzina qalu rabbunallah”, hanyalah ajaran dan aturan Allah pedoman dan pandangan hidup, tanpa dicampuri ajaran lain. Inilah tugas kewajiban yang tersandang terpikul pada jama’ah jihad.

Jama’ah jihad yang ilmuwan/cendekiawan gigih berjuang “bil-qalam”, “bil-kalam”, “bil-lisan” menunjukkan, menjelaskan kebenaran, ketinggian, keagungan ajaran, aturan Islam secara objektif ilmiah, di segala sektor bidang kehidupan, keagungan sistim politik, ekonomi, sosial, budaya, militer yang berlandaskan ajaran Islam. Sekaligus meredam dan membungkam suara sumbang yang penuh caci maki. Ini ditujukan terhadap yang non-Muslim, dan yang Muslim pengagum non-Muslim, yang terpesona dengan ajaran dan aturan yang bukan Islam.

Jama’ah jihad gigih berjuang melancarkan sorotan, kritik, kecam tajam, koreksi terhadap semua ajaran, aturan yang bukan Islam secara objektif ilmiah dengan menggunakan ajaran yang bukan Islam itu sendiri, dengan menggunakan studi kritis terhadap karya orientalis. Ajaran yang bukan Islam ini, ada yang bersifat internasional, seperti komunis, sosialisme, kapitalisme, liberalisme, nasionalisme, sekularisme beserta antek anak-cucunya. Ada pula yang bersifat lokal, seperti javanisme, hinduisme.

Dalam hal ini diperlukan pemahaman dan penguasaan tentang kristologi, yudiologi, komunistologi, kapitalistologi, javanistologi, sejarah lahirnya Pancasila, jalur pembudayaan Pancasila, latar belakang pandangan hidup perumus Pancasila, isi pidato lahirnya Pancasila, susunan rumusan isi Piagam Jakarta, Dekrit Presiden, PMP, KB, Asas Tunggal, Dwifungsi, P4, Loyalitas Tunggal, dan lain-lain. Komunisme harus dikecam dengan komunisme. Kapitalisme harus dikecam dengan kapitalisme. Javanisme harus dikecam dengan javanisme. Ini juga dihadapkan ditujukan kepada yang non-Muslim dan yang Muslim pengagum non-Muslim.

Jama’ah jihad gigih berjuang menangkis, menolak kritik, kecaman yang dihadapkan pada ajaran Islam dengan argumentasi objektif ilmiah, dengan hujah balighah. Mempergunakan piranti rasio untuk menolak serangan musuh-musuh Islam. Kafir dijihad dengan senjata. Munafik dijihad dengan nalar. Jihad ada yang dengan tangan, lidah, hati, dan ada yang dengan mimik/ekspresi wajah yang menunjukkan kejijikan, kebencian, ketidaksenangan. Ini pun juga dihadapkan ditujukan kepada yang non-Muslim dan yang Muslim pengagum non-Muslim.

Jama’ah jihad gigih berjuang membendung, mencegah mengalirnya arus ajaran yang bukan Islam di tengah-tengah masyarakat secara persuasif. Ini dihadapkan ditujukan kepada Muslim bukan ilmuwan/cendekiawan. Jalur salurannya melalui malis dakwah dalam taklim.

Jama’ah jihad gigih berjuang membersihkan, memurnikan ajaran Islam dari campuran ajaran yang bukan Islam. Membersihkan akidah dari tahyul, khurafat. Membersihkan ibadah dari bid’ah. Bid’ah itu mudah menyatu dalam budaya seremoni. Ini juga dihadapkan ditujukan kepada yang Muslim bukan ilmuwan/cendekiawan, melalui dakwah dalam taklim.

Jama’ah jihad yang bukan ilmuwan/cendekiawan gigih berjuang “bil-fi’li”, “bil-‘amali”. Menampilkan keagungan Islam dalam segenap perbuatan kehidupan diri pribadi dan kehidupan bermasyarakat, seagai masyarakat imtaq, masyarakat marhamah. Membentengi diri dari arus ajaran yang bukan Islam. Berbuat, bersikap, berprilaku yang menguntungkan Islam, yang memantulkan citra Islam, bukan yang menimbulkan fitnah terhadap Islam. “Janganlah kamu mengajak berbicara dengan suatu kaum yang pembicaraanmu itu tidak bisa dicerna oleh akal mereka kecuali akan mendatangkan fitnah di kalangan mereka” (HR Muslim dari Ibnu Mas’ud).

Jama’ah jihad gigih berjuang melakukan studi kritis terhadap karya orientalis. Para orientalis dengan dilandasi semangat “reconquesta” (semangat balas dendam) dan jiwa kebencian terhadap Islam dan ummatnya (QS 2:120) berupaya mengkaji, mendalami, menganalisa, meneliti, menyelidiki akidah, tradisi, akhlak, khazanah, kekuatan dan kelemahan Islam dan ummatnya (TWOS : Treath, Weakness, Opportunity, Strength). Hasil kajiannya itu diterbitkan dalam bentuk karya yang katanya ilmiah yang memuat antara lain : laporan hasil kajiannya terhadap Islam dan ummatnya, serta sekaligus juga memuat advis, nasehat, saran, usulan, bahan pertimbangan bagi penyusunan strategi perjuangan kolonialisme, imperialis nasrani untuk menguasai Islam dan ummatnya, sehingga tata moral, politik, sosial, ekonomi, spiritual tunduk pada sistem moral-politik-sosial-ekonomi-spiritual imperialis nasrani. Lothrop Stoddard, seorang penulis yang sangat reaksioner, yang sangat mendambakan kepemimpinan dunia terus menerus dipegang oleh ras Eropis Nordis sengaja menulis buku “Dunia Baru Islam” yang memaparkan bahaya “Kebangkitan Islam” bagi dominasi ras Eropis Nordis, sekaligus menunjukkan cara-cara penanggulangannya. Semangat, aspirasi kolonialnya sangat jelas terpancar dalam keseluruhan buku itu.

Sebelum berjihad, jama’ah jihad memahami benar tentang dasar dan tujuan serta langkah yang akan diambilnya. Dasar dan tujuannya tetap, tak berubah sepanjang masa. Semata-mata hanya demi tegaknya Kalimatullah. Tapi langkah, taktik, strategi bisa saja berubah mengikuti situasi dan kondisi. “Everything depend on condition time and place” (Soegiarso Soerojo : “Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai”, 1988:394).

Jama’ah jihad memahami benar akan isyarat QS 8:50 bahwa penyerangan terhadap kubu musuh tidak boleh mulai dilancarkan tanpa didahului dengan pernyataan perang sebelumnya. Memahami benar bahwa tidak boleh memulai perang lebih dahulu, tidak boleh memulai permusuhan dengan siapa pun. Memahami benar akan perintah QS 8:60 bahwa untuk berjihad secara fisik dalam bentuk qithal haruslah mempersiapkan kemampuan dan pengetahuan tempur sserta sarana, dana dan prasarana pendukungnya. Memahami benar akan makna QS 4:46 agar membina persatuan dan kesatuan serta kelompok, memperhatikan sikon.

Setelah melangkah, jama’ah jihad berpantang surut, onward no retreat. Bila telah bertekad bulat, bertawakkal menyerah kepada ketentuan Allah (QS 3:159). Dengan dalih apa pun, jama’ah jihad tak akan melucuti diri sendiri dengan menyerahkan persenjataan betapa pun keadaannya. Itu adalah amal perbuatan yang sia-sia, yang sangat memalukan.

Jama’ah jihad akan berupaya meyakinkan semua pihak, bahwa pedang Islam itu tumpul. Tak berdaya terhadap mereka yang bukan penindas atau penganiaya. Tak berdaya terhadap mereka yang tidak membinasakan dan merintangi Islam. Tak berdaya terhadap mereka yang tidak merusak kerukunan dan keamanan. Islam tidak mengganggu dan tidak merusak. Nyawa dan harta siapa pun dijamin Islam keamanan dan keselamatannya. Pedang Islam baru sangat tajam terhadap yang berupaya menimbulkan perpecahan dan melakukan penganiayaan.

 

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS0004221030)

 

Leave a comment

Seputar Khilafah

catatan serbaneka asrir pasir

Khilafah

“What is in a name” kata Shakespeare. Apa sih perlunya nama. Mawar tetap saja mawar, meskipun dikasih nama lain. A rose by another name would smell as sweet. Nama itu menunjukkan identitas, pembeda. Khilafah berbeda dari Kerajaan. Abul A’la alMaududi dalam bukunya “Khilafah dan Kerajaan” (Alkhilafah wal Mulk), Mizan, bandung, 184 membedakan antara Khilafah dan Kerajaan. Diantara yang membedakan antara Khilafah dan Kerajaan adaaaalah Cara Pengangkatan Khalifah, Cara Hidup Para Khulafa, Cra Pengelolaan Baitulmaal, Batas Kemerdekaaan Menelarkan Pendapat, Batas Kemerdekaan Peradilan, Batas Permusyawaratan, Batas Kefanatikan Kesukuan, Batas Kekuasaan Hukum.

Dari ciri, kriteria, identitas yang dirinci Abul A’la alMaududi dalam bukunya itu, maka yang dapat dikategorikan sebagai era Khilafah hanyalah Khilafah Rasyidin dan era Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Sedangkan Daulah Bani Umawiyah (baik di Syam maupun di Andalusia), Bani Abbasiyah, Bani Usamaniyah dan lainnya bukanlah Khilafah, tetapi Kerajaan (AlMulk).

Dalam hubungan dengan khilafah, maka dakwah yang paling penting adalah “bagaimana mengubah ideologi nasionalis sekuler” menjadi idelogi daulah khilafah (Simak Al-Chaidar : ‘ Pengantar Pemikiran Politik Negara SM Kartosoewirjo”, Darul Falah, Jakarta, 1420H, hal xi, Kata Pengantar)

Seputar Khilafah dan Daulah
Berikut di antara persepsi seputar khilafah dan daulah :

Mencari Format Khilafah
Khilafah dalam cita
Khilafah tanpa Khalifah
Gerakan Menegakkan Khilafah
Umat Islam belum siap dengan Khilafah
Jadikan masjid sebagai Pusat Pendidikan Masyrakat
Citra Isslam dan Umat Islam
Persekutuan Negara-Negara Muslim
Jalur Menuju Daulah Islamiyah
Khilafah antara cita dan fakta
Penerapan Syari’at Islam di Minangkabau
Penghalang tegaknya Syari’at Islam
Penghalang tegaknya Daulah Islamih
Mengusung IslamMengusung Islam

(written by sicumpazya@gmail.com at BKS1107081400)

Leave a comment